2.1 Pengertian proses aging dan batasan usianya
2.1.1 Pengertian proses aging
Suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau megganti dari mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.(Nugroho,2000)
Menua merupakan proses yang dapat dilihat sebagai sebuah kontinum kejadian dari lahir sampai meninggal.(Ignativius,Workman,Mishler,1999)
Suatu sindroma terjadi perubahan yang meliputi degeneratif,progresif yang menyeluruh dan ireversibel.Manifestasi proses biologi yang teratur pada akhir jangka tertentu.Kerusakan pada penuaan terjadi pada molokel mRNA,protein,lipid,sel dan akhirnya pada organ.
2.1.2 Batasan lanjut usia
2.1.2.1 Batasan usia menurut WHO,meliputi
Usia pertengahan(middle age),yaitu kelompok 45-59tahun
Usia lanjut usia(elderly),antara 60-74tahun
Usia lanjut usia(old),antara 75-90tahun
Usia sangat tua(very old),>90tahun
2.1.2.2 Batasan usia
Amerika
Tua-Muda : 65-74tahun
Tua : 75-84tahun
Tua-tua : >85tahun
Indonesia
Lansia : >59tahun
2.1.2.3 Menurut UU no:4 tahun 1965 pasal 1,dinyatakan sebagai berikut:
“Seseorang dapat dinyatakan sebagai seseorang jompo/lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun,tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
2.1.2.4 Saat ini berlaku UU no:13 tahun 1998 tentang
Kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut “Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60tahun keatas.
2.2 Patofisologi Proses Menua
2.2.1 Evolusioner Theory
2.2.1.1Akumulasi muatasi : mutasi pada usia tua tidak dapat dilawan
2.2.1.2 Disposable soma : sel somatik dipertahankan hanya untuk memastiskan keberhasilan reproduksi terus,setelah reproduksi,soma menjadi disposable
2.2.1.3 Antagonistik plerotropy : gen bermanfaat diusia muda menjadi berbahaya pada usia tua
2.2.2 Molekuler Theory
2.2.2.1 Regulasi gen : penuaan disebabkan oleh perubahan dalam ekspresi gen yang mengatur perkembangan dan penuaan.
2.2.2.2 Restriksi codon : akurasi terjemahan mRNA terganggu karena ketidakmampuan untuk decode atau menguraikan codon dalam mRNA.
2.2.2.3 Error cotastrophe : penurunan dalam fidelity expresi gen dengan hasil peningkatan fraksi penuaan protein abnormal.
2.2.2.4 Mutasi somatik : kerusakan molekul terakumulasi,terutama terhadap RNA/materi genetik.
2.2.2.5 DIsdifferentiation
2.2.3 Selular
2.2.3.1 Penurunan sel-Teori teromer : penuaan fenotipe disebabkan oleh penaikkan frekuensi sel senescense.Penuaan mungkin hasil dari kehilangan telom.er(replikasi penuaan)/sel stres(penuaan sel)
2.2.3.2 Radikal bebas : matabolisme oksidatif mengahasilkan radikal bebas yang sangat reaktif yang kemudian merusak(lipid,protein,dan DNA).
2.2.3.3 Wear dan tear : dccumulation of normal injury.
2.2.3.4 Apoptosis : program kematian sel dari genetik/kritis gen.
2.2.4 Sistem
2.2.4.1 Neuroendocrine : perubahan dalam mengendalikan hemeostastis neuroendokrin hasil dalam fisiologis yang berkaitan dengan penuaaan.
2.2.4.2 Immunologi : penurunan kekebalan dengan penuaan mengakibatkan penurunan insiden penyakit infeksi tetapi meningkatnya insiden autoimun
2.2.4.3 rate of living : mengasumsi jumlah yang tetap untuk setiap potensi metabolik organisme. (Weinert BT and Timiras PS, 2003).
2.3 Faktor-faktor yang mempercepat/ mempengaruhi proses aging.
2.3.1 Faktor yang mempercepat.
Cerebrovascular disease dapat mempengaruhi kerusakan jantung (heart disease) dan tidak mempengaruhi proses menua tersebut tetapi merupakan faktor yang mempercepat proses menua.
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi.
1. faktor kerusakan secara random yang dapat mempengaruhi proses menua.
2. hasil program yang mengakibatkan kontrol sehingga efeknya dapat menyebabkan degenerasi organisme.
2.3.3 Faktor genetik (faktor internal).
1. mutasi.
2. species.
3. sex.
4. keturunan.
2.3.4 Faktor lingkungan (factor ekstrinsik).
1. komponen fisik dan kimia lingkungan.
2. biologik.
3. organisme pathogen dan parasit.
4. sosial ekonomi. (drg.Hadi)
2.4 PERUBAHAN PADA GIGI PADA PROSES MENUA
- pada manula, gigi menjadi lebih kering, rapuh dan berwarna lebih gelap. Karies menurun karena bagian gigi yang peka sudah berkurang.
- Akhlorhidria dan hipoklorhidria di dalam lambung manula mengurangi pemanfaatannya, kalsium dan fosfor dari makanan dan mengurangi absorbsi vitamin C dan vitamin lain yang larut dalam air. Permukaan gigi belakang menjadi lebih rata. Cenderung terjadi tipe gigitan edge to edge.
- Cara menyikat gigi yang salah selam puluhan tahun mengakibatkan timbulnya parit (groove) horizontal terbentuk V di bagian apikal dari pertemuan email dan sementum. Pembentukan parit tersebut mencapai dentin dan pulps sering terjadi fraktur dari tempat terbentuknya parit tadi.
(Hertiana, 1988)
- Enamel : permeabilitas menurun sehinggan mudah rusak dan terjadi refleksi sinar.
- Dentin : type dan ketebalan berubah (second dent) warna menjadi kekuningan, kejernihan dentin menurun berubah menjadi tipis, rangsangan dentin naik membentuk second dentin terjadi proteksi pada pulpa (kecuali : pulpa horn). Terjadi dentinal sklerosis.
- Pulpa :
- terjadi fibrotik, jumlah sel menurun.
- vaskularisasi menurun (pleksus ujung kapiler odontogenik turun)
- kalsifikasi berjalan terus menerus dalam bermacam - macam bentuk.
- usia lanjut kalsifikasi bertambah dalam frekuensi, jumlah dan ukuran bertambah.
- kalsifikasi : descret pulp stone dan diffuse
- terdapat pulp stone
- berdasarkan jenisnya : true pulp stone dan false pulp stone
- berdasarkan letaknya : bebas, menempel dan tertanam.(drg. Hadi)
- Enamel
karena enamel tidak lagi mengalami deposisi setelah di sekresi ameloblast, kemungkinan yang terjadi adalah modifikasi permukaan (atrisi, abrasi dan erosi). Bila enamel hilang, maka jika terjadi terus menerus akan terjadi ekspos dentine sehingga deposisi dentin untuk menjaga hubungan dengan penggunaan oklusal, tetapi jika gagal akan terjadi ekspos pulpa.
Terdapat perbedaan konsentrasi ion pada enamel di permukaan dan lapisan dalam enamel pada orang tua menjadi lebih gelap dan mungkin lebih mudah retak. Perubahan warna mungkin karena pada progresif atau perubahan pada enamel sehingga dasar dari dentin terlihat. Mudah retak mungkin karena lapisan terluar dentin kehilangan air dan penyusutan dari enamel. Enamel yang sudah tua kurang permeable pada isotop radioaktif pada tahap awal terjadi perubahan komposisi mineral dan komponen organik sehingga memungkinkan bertambah kecil kalsifikasi sehingga hilangnya permeabilitas dan terjadi enamel translucer dan brittle.
- Dentin
Karena adanya perubahan pada enamel (ex. Atrisi). Perubahan pada dentin. Stimulasi odontoblas menghasilkan pola pelapisan dentin yang jarang - jarang, sehingga serat matriks orientasinya menjadi berjauhan dan susunan tubulus menjadi kacau. Reaksi kedua dapat terbentuk dentin sklerotik pada tubulus yang terekspos di area atrisi. Material yang terdeposisi pada dentin sklerotik lebih mengandung apatit ke dalam tubulus dentin. Prosesnya dimulai dari akar ke korona pada dentin yang sudah tua terbentuk perluasan batas permukaan pulpa pada dentin yang menunjukkan konsentrasi tertinggi flouride disebabkan penggabungan fluoride dari cairan jaringan pulpa pada pembentukan dentin yang lambat.
- Cementum
Seiring usia sementum menjadi kurang permeable pada molekul bahan celup dan ion. Lapisan dalam sementum tidak punya sel sementosit yang hidup karena molekul nutrisi tidak dapat mencapai flouride saat bertambahnya ketebalan secara lambat selama hidup dan menjadi batas dengan ligamen periodonsium
- Tulang rahang
- kehilangan mineral yang berlebihan menjadi osteoporosis
- menurunnya kepadatan tulang mandibula.
- hilangnya lamina dura dan penipisan tulang kortikal pada sudut mandibula.
- secara histologi lebih porus, bertambahnya ruang vaskular.
- berkurangnya jumlah lacuna, materi glikoproteinnya berubah dan sifatnya cacat dan jumlah osteosit berkurang.
- dinding pembuluh darah kecil lebih tipis dan dengan reduksi jumlah kanalikuli sehingga berkurang suplai nutrisi.
- matriks kolegen bertambah pada ikatan silang.
- Dental pulpa
- perubahan ukuran : reduksi progresif karena penambahan dentin sekunder ke ruang pulpa. Berhubangan dengan berkurangnya suplai darah karena obliterasi foramen apikal oleh sementum dan second dentin berkurang jumlah pembuluh darah.
- berkurangnya sel di pulpa : tebentuk vakuola interselular dan intraseluler.
- pulp stones : karena kalsifikasi serat kolegen saat ikatan silang pada kolagen terlalu luas.
- jumlah sesungguhnya serat kolegen berkurang karena serat kecil beragregasi menjadi serat besar. Ikatan silangnya pada kolagen pulpa sehingga terjadi dihidroksilin onorleukin.
- jumlah serat saraf berkurang terjadi penipisan selubung perineural.(Ferguson DB,2006)
2.5 PERUBAHAN YANG TERJADI PADA JARINGAN PERIODONTAL PADA PROSES MENUA (AGING)
5.1. Menurut Ian Needleman
1. Pada Gingiva
· Epithelium Gingiva.
Penipisan dan penurunan keratinisasi pada epithelium gingiva dilaporkan dengan usia. Penemuan-penemuan yang significan tersebut dapat berisi sebuah peningkatan dalam permeabilitas epithelium pada antigens bacterial, penurunan resistensi pada trauma fungsional atau keduanya. Perubahan dengan aging termasuk flattening (pendataran) atau pengumpulan retepeg dan merubah densitas sel.
Efek aging pada daerah junctional epithelium telah menjadi subjek pada banyak spekulasi. Migrasi junctional epithelium dari posisinya, sebagai contoh pada enamel, ke posisi apical lainnya pada permukaan akar dengan disertai resesi gingiva. Luas dari attached gingiva akan diharapkan berkurang dengan usia, namun sebaliknya muncul sebagai suatu kebenaran. Migrasi pada junctional epithelium dipermukaan akar dapat disebabkan oleh erupsi gigi melalui gingiva pada suatu pertahanan kontak oklusal dengan gigi lawannya (erupsi pasif) sebagai suatu hasil pada permukaan gigi yang hilang dari atrisi. Resesi gingiva bukan merupakan proses fisiologi dari aging namun dijelaskan oleh efek kumulatif inflamasi atau trauma pada periodonsium.
· Jaringan Ikat Gingiva.
Meningkatnya usia menyebabkan kekasaran serta penebalan pada jaringan ikat gingival. Perubahan kualitatif dan kuantitatif pada kolagen termasuk peningkatan rata-rata soluble menjadi insoluble collagen. Meningkatnya mekanis, kekuatan dan denaturasi suhu. Akibat rtersebut berindikasi pada meningkatnya stabilisasi kolagen yang disebabkan oleh karena perubahan dalam konformasi molekuler.
· Ligamentum Periodontal.
Perubahan pada ligamentum periodontal karena usia tua (penuaan) atau aging termasuk meningkatnya jumlah fibroblast dan suatu struktur irregular berlebih membuat perubahan pada jaringan ikat gingiva. Penemuan lain menyebutkan adanya penurunan produksi matriks organic dan resting cell epithelium serta meningkatnya jumlah dari sabut elastic. Lebarnya celah akan menurun apabila gigi tidak berfungsi. Hal ini bisa menyebabkan gigi menjadi mudah tanggal dan hilang.
· Cementum.
Penebalan cementum paling sering ditemukan. Peningkatannya bisa 5-10 kali lipat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena adanya deposisi yang terus berlanjut setelah gigi erupsi. Penebalan terjadi biasanya pada permukaan apical dan lingual.
· Tulang Alveol.
Perubahan morfologenik pada tulang alveolar mencerminkan adanya perubahan usia dalam situs yang menyerupai tulang. Secara spesifik pada periodonsium ditemukan adanya permukaan periodontal yang lebih ireguler dan lebih sedikit inserti regular sabut-sabut kolagen. Meskipun usia adalah factor yang beresiko osteoporosis, hal tersebut tidak kausatif dan selanjutnya seharusnya dikenal dalam proses fisiologis menua.
5.2 Menurut Herliana Ayati, (1988).
Pada gingiva.
Adanya atrofi gusi → resesi gingiva dan processus alveolaris. Mengakibatkan gigi tampak lebih panjang dan akar gigi akan terekspose.
5.3 Menurut Barnes & Walls.
Tulang alveol turut berpartisipasi dalam hilangnya mineral tulang secara umum sesuai usia dengan resorpsi pada matriks tulang. Proses ini dapat terakselerasi dengan hilangnya gigi, penyakit periodontal dan individu
dengan penyakit sistemik. Over erupsi bisa juga merangsang deposisi
tulang alveoli.
5.4 Dari handout drg.Hadi.
1. Cementum.
Pembentukan sementum berlangsung seumur hidup sehingga mengakibatkan derajat pembentukannya menurun. Pada beberapa keadaan mungkin terjadi ekses pembentukan sementum, misalnya gigi tanpa antagonis.
2. Jaringan periodontik.
Jaringan ikat gingival dan periodontal berubah,
3. Gingiva
a. Jaringan ikat gingiva lebih padat.
b, Jumlah fibroblast menurun ± 50%.
c. Retraksi gingiva.
d. Pigmentasi meningkat → hyperpigmentasi → merah muda → merah → hitam.
2.6 PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SENDITEMPOROMANDIBULAR PADA PROSES AGING
Struktur dan fungsi jaringan konektif mengalami sintesis dan degradasi makromolekul sel dan ekstraseluler sel secara kontinyu. Proses remodeling ini adalah adaptasi biologis terhadap lingkingan, yaitu respon stres biomekanis. Adaptasi morfologi akan meminimalkan ster biomekanis.
Sejak usia dewasa muda, tulang rahang terus mengalami remodeling. Remodeling dianggap menyebabkan penebalan jaringna pada permukaan sendi. Misalnya produksi osteosit sebagai respon terhadap perubahan lingkungan, misalnya sebagai kompensasi gigi yang telah dicabut.
Akibat proses menua, jaringan sendi mengalami reduksi sel yang progresifsehingga hanya tersisa sedikit kondrosit dan fibroblas yang kemudian menjadi fibrokartilago. Akibatnya terjadi penipisan meniskus sendi dan dapat mengalami artritis.
Remodeling terjadai pada bagian anterior dan posterior kondil, medial dan lateral eminensia sendi, dan atap fossa glenoid. Derajat remodeling tidak berhubungan dengan usia tetapai sangat berhubungan dengan kehilangan gigi.
Soikkonen, dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa lebih dari 95% individu memberikan gambaran osteoartritis. Gambaran radiografik kondil yang utama adalah sklerosis subkondral sehingga permukaan sendi menjadi rata karena erosi dan celah sendi menjadi sempat. Secara histologis, terlihat bahwa stres mekanis menyebabkan pemanjangan ligamen posterior meniskus, diikuti pergeseran ventromedial yang menyebabkan tidak adekuatnya aliran darah sehingga terjadi iskemia di daerah tersebut dan terjadi resorpsi tulang ( Eri Hendra Jubhari,2002)
( handout drg. Endah)
1. keausan jaringan akibat pengguanaan
2. keausan jaringan akibat beberapa proses degenerasi
ü Perubahan umum, meliputi :
1. berkurangnya kemampuan proliferasi sel secara keseluruhan ( kematian sel, kemampuan reparasi/perbaikan)
2. penurunan kemampuan reaksi jaringan ( rangsangan pertambahan, respon imun, pembentukan protein
ü Perubahan pada jaringan tulang rawan sendi pada kartilagosendi, meliputi :
· Pengurangan ketebalan lapisan fibro-kartilago pada permukaan kondilus sendi :
Degenerasi kondrosit penurunan kemampuan kartilago terhadap rangsanagn tekanan
· Perubahan protein
Ø Pengurangan jumlah, ukuran dan BM inti protein dari perioglikan
Ø Perubahan komposisi dari glikosaminoglikan
Ø Perubahan kedua jenis protein menurunkan kemampuan tulang rawan sendi
ü Perubahan pada jaringan synovial
· PM cairan synovial berkurang mempengaruhi kelancaran pergerakkan dari diskus articularis
· Akibat lebih lanjut krepitari pada gerak sendi
· Keadaan lebih parah diskus artikularis robek/mengalami kerusakan
ü Perubahan pada ligamentum sendi
· Pengurangan ketebalan dari kapsula sendi
· Pengurangan daya tahan regangan dari serat kolagen yang membentuk ligamentum TMJ
· Sintesa kolagen juga akan menurun kerusakan ligamentum proses reparasi melambat
· Kurangnya ketahanan regangan penurunan keleluasaan artikulasi sendi TMJ
2.7 Perubahan yang terjadi pada rongga mulut dan lidah pada proses aging (menua)
2.7.1 Perubahan yang terjadi pada rongga mulut :
· Mulut terasa kering karena pengaruh obat-obatan atau terkena penyakit.
· menurunnya produksi atau aliran saliva dalam mulut
· Perubahan atropi pada kelenjar saliva
· Terjadi perubahan dan kemunduran fungsi saliva
· Kelenjar pernkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, lining sel duktus intermediate mengalami atropi.
· Mulut menjadi kering
2.7.2 Perubahan yang terjadi pada lidah :
· Tonus lidah berkurang
· Lapisan kapiler menghilang dan lidah tampak atrofik
· Kurangnya sirkulasi saliva mngakibatkan lidah mudah cedera apabila terjadi kontak dengan benda lain seperti gigi atau gigi palsu
· Kemampuan mengecap makanan menurun.(Hertiana, 1988)
2.8 Perubahan pada kelenjar saliva antara lain xerostomia , patofisiologinya dan dampaknya pada gigi tiruan
2.8.1 Xerostomia
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut disebabkan oleh adanya perubahan atrofi pada kelenjar saliva bertambahnya umur maka turunnya produksi saliva dan komposisinya menjadi sedikit. Seiring meningkatnya usia , terjadi proses aging . terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelanjar saliva , dimana kelenjar parenkin hilang yang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung lining sel duktus intermediate mengalami atropi . keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran sel saliva .
Obat-obatan dan penyakit sistemik pada usia lanjut dapat menyebabkan xerostomia.
2.8.2 Patofisiologisnya
§ Radiasi
§ Penggunaan obat-obatan
§ Ketebalan imun yang terganggu
2.8.3 Dampak pada gigi tiruan
§ Pada penderita yg memakai gigi tiruan , akan timbul masalah dalam hal toleransi terhadap gigi tiruan
§ Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi tiruan tidak menyenangkan , karena gagal untuk membentuk selapis tipis untuk tempat gigi tiruan melayang pada permukaannya
§ Turunnya tegangan permukaan antara mukosa yang kering permukaan gigi tiruan
§ Retensi gigi tiruan menjadi sukar berkurangnya saliva
Secara histologis , terlihat bahwa stress mekanis menyebabkan pemanjangan ligament posterior meniskius , diikuti pergerakan ventromedial yang menyebabkan tidak adekuaty aliran darah sehingga terjadi iskemia didaerah tersebut dan terjadi resorpsi tulang . (Hertiana,1988)
2.9 Perubahan yang terjadi pada fungsi bicara, pengunyahan dan penelanan pada proses menua(aging)
2.9.1 Bicara
2.9 Dampak dari perubahan respirasi dan jaringan mulut dan laring, prosesnya tidak terlalu berdampak.
2.10 Meningkatnya frekuensi dasar, karena hilangnya elastisitas jaringan fonasi dan artikulasi. (Ferguson DB,2006)
2.9.2 Mastikasi dan Deglutasi
2.11 Secara umum: aktivitas motorik dan control motorik diprediksi menurun.
2.12 Efisiensi penguyahan tergantung pada tingkat jumlah gigi.
2.13 Tekanan mastikasi menurun dan waktu penelanan 25-50% lebih lama. (Ferguson DB,2006)
2.10 Dasar Pertimbangan Perawatan dan Prinsip Penatalaksanaan Penderita Lanjut Usia
10.1 Prinsip Umum Penggunaan Obat
10.1.1 Berikan obat yang betul-betul diperlukan, yaitu indikasi tepat
10.1.2 Pilih obat yang ratio manfaat resiko paling menguntungkan bagi lansia dan tidak berinteraksi dengan obat lain /adanya penyakit lain pada penderita.
10.1.3 Mulailah pengobatan dengan dosis > ½ dari dosis dewasa muda
10.1.4 Selanjutnya sesuaikan dosis berdasarkan respon klinik pasien dan bila perlu memonitori kadar obat dalam plasma
10.1.5 Berikan dengan sediaan yang mudah ditelan (sirup)
10.1.6 Periksa secara berkala semua obat yang diminum dan hentikan yang tidak diperlukan
10.2 Perawatan Jaringan Periodonsium
Pemeliharaan :
Ø Dirumah
Ø Klinis :
o Pembersihan kalkulus
o Supragingival dan sub gingival
10.3 Gigi Tiruan Untuk Pasien Lanjut Usia
10.3.1 Penggunaan Gigi Tiruan (GT) harus disesuaikan dengan kondisi mulut pasien agar TMJ tidak menjadi lebih parah sehubung dengan proses menua à perlu dengan GT yang baru
10.3.2 Penggunaan GT diharapkan tidak mengalami gangguan proses mengunyah
10.3.3 Penanganan khusus bagi individu usia lanjut
10.4 Gizi Bagi Usia Lanjut
10.4.1 Hidangan beraneka ragam terdiri dari : makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah
10.4.2 Diperlukan vitamin, mineral dan serat, makan tinggi zat kapur dan zat besi untuk mencegah dan mengatasi masalah gizi, sakit tulang dan kurang darah
10.4.3 Diperlukan cara hidup sehat.
(Kuliah drg. Dian dan drg. Revi)
10.5 Prinsip penatalaksanaan
10.5.1 Memberi penjelasan mengenai rencana perawatan secara perlahan dan dengan jelas.
10.5.2 Perawatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
10.5.3 Sebelum dilakukan perawatan perlu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi kondisi sistemik dan rongga mulut.
10.5.4 Prosedur teknis hendaknya dilakukan dengan cepat dan tepat untuk memperoleh kualitas yang terbaik.